Pilpres 2024: Sekadar Drama atau Pertarungan Gagasan?

Jelang Pilpres 2024, panggung politik Indonesia tengah dipenuhi oleh berbagai adegan drama politik yang memainkan narasi-narasi beragam. Upaya para peserta pemilu untuk menggaet simpati pemilih menciptakan iklim politik yang memanas.
Seharusnya momentum ini menjadi ajang pertarungan gagasan dan ide-ide besar yang mampu menawarkan visi masa depan bagi Indonesia. Saatnya mengangkat harkat politik dari sekadar perang emosi yang mengharu biru.
Presiden Joko Widodo, dalam sambutan HUT ke-59 Partai Golkar di Jakarta, menekankan pentingnya menanggapi dinamika politik dengan pikiran yang tenang dan rasional.
“Demokrasi politik yang baik seharusnya menjadi lahan subur untuk solusi dan strategi membangun bangsa. Dalam tahun politik ini perspektif bersama perlu ditegakkan. Kompetisi politik adalah fenomena yang lumrah dan kemenangan atau kekalahan adalah bagian tak terpisahkan dari proses demokrasi.”
Dalam konteks ini, drama politik yang ditampilkan oleh calon-calon presiden adalah sesuatu yang tak terhindarkan.
Namun perlu diingat, bahwa Pilpres 2024 semakin dekat dan fokus utama seharusnya adalah pada semangat gotong royong untuk menjaga integritas pemilu. Terlalu terjebak dalam kepentingan pragmatis masing-masing pihak hanya akan merugikan demokrasi itu sendiri.
Pemilu bukanlah panggung untuk perpecahan melainkan hajatan rakyat yang seharusnya dijalankan dengan kedamaian, kesejukan, dan kualitas. Ini merupakan cermin dari kedewasaan dan kematangan sebuah negara yang berada pada tingkat peradaban maju.
Sementara itu, hasil survei elektabilitas pasangan capres-cawapres yang dirilis oleh Lembaga dan Analisis Kebijakan Publik (Lanskap), pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menduduki posisi teratas dengan angka elektabilitas mencapai 40 persen. Hasil ini memunculkan pertanyaan tentang faktor apa yang mendorong popularitas pasangan ini.
Menurut Mochammad Thoha, Direktur Eksekutif Lanskap, Prabowo dinilai menjadi sosok yang mampu mengajak generasi muda untuk berkolaborasi dalam membangun negara. Penampilannya yang dianggap memiliki daya tarik elektoral turut menjadi poin penting. Prabowo juga dianggap sebagai tokoh yang mewakili konsolidasi dari berbagai arus pemilih.
Tampilan personal Prabowo yang sopan, santun, ramah, terbuka, merangkul dan lebih egaliter dinilai juga mendatangkan daya tarik elektoral yang kuat. Pemilih di Jawa Barat dan Jawa Timur sepertinya lebih cenderung memilih pasangan ini, dengan dominasi angka elektabilitas masing-masing sebesar 50,7 persen dan 40,4 persen.
Namun, elektabilitas tidak hanya ditentukan oleh popularitas, tetapi juga oleh pemahaman terhadap isu-isu substansial dan solusi yang ditawarkan oleh pasangan calon.
Sebagai contoh pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar unggul di Jakarta dengan dukungan mencapai 34,1 persen. Sementara Ganjar Pranowo-Mahfud MD mendominasi di Jawa Tengah dengan angka mencapai 58,1 persen.
Dinamika politik yang dihadapi Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata. Dalam menyikapi drama politik menjelang Pilpres 2024 kita perlu mempertimbangkan bahwa elektabilitas bukanlah satu-satunya indikator keberhasilan kepemimpinan. Jauh lebih penting adalah kemampuan para pemimpin untuk mengartikulasikan visi masa depan yang jelas, solutif, dan inklusif.
Perlu diingat bahwa tujuan utama dari sebuah pemilihan umum adalah untuk memilih pemimpin yang mampu membawa negara ini ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu, pemilih sebaiknya tidak hanya terpaku pada popularitas calon saja melainkan juga pada substansi program kerja dan komitmen nyata terhadap pembangunan bangsa.
Dalam mengamati proses politik menjelang pemilihan umum kita dapat merenung pada esensi demokrasi yang ingin kita pilih. Idealnya, konstitusi, prosedur demokrasi, dan pemilihan calon pemimpin harus diakar pada nilai-nilai universal seperti kemerdekaan dan kesetaraan.
Demokrasi yang diinginkan seharusnya lebih dari sekadar suara mayoritas saja, namun sebuah sistem yang mengusung etika, norma, perlindungan minoritas, dan kesetaraan.
Sebagai warga negara Indonesia, tantangan di depan adalah bagaimana memilih dengan bijak dan rasional dalam menghadapi pengaruh hegemoni wacana.
Kita juga diingatkan untuk menggunakan akal sehat sebagai filter utama dalam memilah informasi. Sehingga diharapkan masyarakat dapat menjaga integritas demokrasi yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila, yakni kesetaraan, persaudaraan, dan kebebasan.
Dengan menimbang rasionalitas pilihan dan memahami informasi yang ada, masyarakat Indonesia dapat memastikan bahwa pemerintahan yang terpilih adalah pemerintahan yang sesuai dengan nilai-nilai dasar bangsa. Keputusan bijak dan informasi yang benar-benar dipahami oleh masyarakat menjadi kunci untuk menjaga kualitas demokrasi.
Pada akhirnya, tujuan kita sebagai bangsa adalah memilih calon pemimpin yang tidak hanya berkomitmen pada kepentingan kesetaraan, persaudaraan dan kebebasan saja tetapi juga bertanggung jawab terhadap amanah rakyat.
Pilpres 2024 bukan sekadar tentang siapa yang akan memimpin negara, tetapi juga tentang arah politik dan nilai-nilai yang akan menjadi dasar bagi kemajuan Indonesia ke depan.
Dengan demikian, melalui pemilihan yang cermat dan pemahaman terhadap setiap aspeknya, Indonesia dapat melangkah maju sebagai negara yang kokoh dan sesuai dengan cita-cita pendirian negara.
Penting untuk menjaga keseimbangan antara persaingan politik yang sehat dan ketertiban demokrasi. Meskipun drama politik tidak terhindarkan, seharusnya tidak merusak esensi demokrasi itu sendiri. Semua pihak termasuk pemilih memiliki tanggung jawab untuk menjaga integritas pemilu dan menghindari retorika yang dapat memicu konflik.
Jadi, Pilpres 2024 bukan hanya mengenai memenangkan kursi kekuasaan, tetapi lebih pada memilih pemimpin yang mampu menghadirkan perubahan positif bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, marilah kita jadikan drama politik ini sebagai panggung untuk gagasan-gagasan besar yang mampu membawa bangsa ini menuju masa depan yang lebih baik.